14 Januari 2011

Astaga! Pembunuh Justru Jadi Idola Warga

TRIBUNNEWS.COM, PROBOLINGGO - Ratusan warga Desa Pendil, Kecamatan Banyuanyar, Kabupaten Probolinggo berduyun-duyun menyaksikan persidangan kasus pembunuhan yang dilakukan terdakwa utama Sony Bahtiar (24) di Pengadilan Negeri (PN) Kraksaan, Kamis (13/1/2010).

Kalangan ibu-ibu yang ikut berbaur dengan ratusan pria dan anak-anak itu, bukan meminta pelaku dihukum berat. Sebaliknya, mendesak Jaksa Penuntut Umum Tri Djiastijowati tidak menuntut hukuman berat dan ketua Majelis Hakim Mujiono supaya meringankan bahkan membebaskan terdakwa.

Pantauan Surya, warga tiba di PN sekitar pukul 10.00 WIB. Mereka mengendarai empat truk. Pada sisi samping truk mereka beri spanduk dukungan untuk Sony di antaranya bertuliskan, “Bebaskan Sony Dia Pahlawan Masyarakat Pendil”. Tak hanya spanduk, warga juga membawa beberapa poster yang isi kalimatnya hampir sama dengan spanduk tersebut.

Namun, poster digulung ketika mereka memasuki ruang sidang. Sony tiba ke PN sekitar pukul 13.00 WIB dan langsung menunggu jadwal sidang di sel tahanan PN. Kesempatan itu dimanfaatkan warga dengan menyalami Sony. Bahkan banyak ibu-ibu berebut mengambil foto Sony dengan ponselnya. Sony telah menjadi idola.

“Kami akan bersikap profesional dan dalam memberikan vonis, tentunya majelis hakim akan mempertimbangkan fakta selama persidangan,” ujar Kepala Panitera PN Kraksaan, H Purnomo. (*)

Asal Muasal kasus

BERANTAS BROMOCORAH

KASUS itu bermula pada kematian Abdul Rasid (tetangga Sony), akibat dibacok celurit oleh Sony ketika malam takbiran Idul Fitri 1431 Hijriah, September 2010 lalu. Pada waktu itu, sekitar lima jam sebelum kejadian, Abdul Rasid pesta minum-minuman keras di depan rumahnya, bersama tujuh orang teman-temannya. Tak hanya minum, Rasid juga menyetel musik dengan keras. Rasid juga beberapa kali menantang Sony untuk berduel sembari mengacung-acungkan celurit ke arah Sony. Sementara Sony sedang membenahi rumahnya.

Tak sabar, Sony yang dibantu kerabatnya, Safiudin (48) dan Wasil (30) kemudian meladeni tantangan itu. Rasid akhirnya tewas di tangan Sony. “Saya terpaksa melakukan (pembunuhan). Saya kan ditantang,” katanya dalam logat Madura kental kala itu. Sony dan dua kerabatnya terancam hukuman 15 tahun penjara karena melanggar pasal 338 KUHP jo 170 KUHP.

Anehnya, warga merasa berterimakasih kepada Sony, karena sudah membunuh Rasid, yang selama ini dianggap sebagai komplotan bromocorah alias berandalan dan sering mengganggu lingkungan sekitar. “Warga mendukung Sony, karena selama ini, Rasid sering bikin onar,” ujar H Saiful Pur, salah seorang warga kepada Surya. Bahkan warga Desa Pendil tak mau menerima jenazah Rasid. Sehingga jenazah korban terpaksa dimakamkan di Desa Tarokan. (*)