Menurut Suharna, Indonesia telah memiliki kemampuan teknologi nuklir sejak tahun 1950-an. Beberapa reaktor nuklir yang telah dibangun Badan Tenaga Atom Nasional, seperti di Bandung, Yogyakarta, dan Serpong digunakan untuk riset obat dan pangan.
Ia mengakui reaktor nuklir memang berbahaya. Adapun terkait bahayanya jika dilanda gempa, keamanan reaktor tergantung teknologi yang akan dipakai nantinya. "Seperti di Jepang, begitu gempa langsung berhenti (operasi)," katanya.
Menurut Suharna, saat ini lebih penting mengetahui kapan Indonesia akan memulai membangun PLTN daripada berbicara teknologi reaktor nuklir yang akan dipakai. "Sebab Malaysia, Vietnam, Singapura, sudah mengarah ke sana," ujarnya. Indonesia juga harusnya mengambil pilihan membuat PLTN.
Saat ini, selain kajian tapak lokasi di Jepara, Jawa Tengah, pemerintah juga mempelajari calon lokasi PLTN di Bangka Belitung dan Kalimantan Timur. Usulan lokasi tersebut telah diajukan kepala daerah masing-masing. "Lokasi di Pulau Jawa sebagai alternatif," katanya.
Kebijakan dibangun tidaknya PLTN kini masih menunggu keputusan Dewan Energi Nasional. Rumusan Dewan itu selanjutnya akan dibahas bersama Dewan Perwakilan Rakyat. "Mungkin dalam tahun ini selesai," ujarnya. [TEMPO Interaktif]